Banyaknya klien desain yang meminta desain logo yang mirip logo AQUA dan juga banyaknya teman desainer yang bertanya jenis font AQUA membuat saya semakin bertanya-tanya. Ada apa dibalik kesuksesan Aqua?. Apa sejarahnya hingga logonya sampai dijadikan patokan minuman mineral? Berikut hasil searching 7 hari 7 malam... akhirnya ketemu data yang valid (mungkin, setidaknya beberapa referensi mengatakan demikian...).
***
Keputusannya untuk bergabung pada perusahaan baru ketimbang yang sudah mapan rupanya tepat. Karirnya melesat dengan cepat dan posisi presdir diraihnya dalam waktu sekitar 13 tahun. Apa saja yang dialami Willy pada masa itu?
Setelah sepakat untuk bergabung di AQUA, Willy segera mengajukan pengunduran diri dari Nissin. Atasan Willy yang orang Jepang, sangat terkejut, karena Willy meskipun baru masuk kurang dari sebulan, sudah menunjukkan semangat yang tinggi dan ia bermaksud untuk memberikan posisi yang lebih baik.
Namun, keputusan Willy sudah mantap. Ia tetap mengundurkan diri dan segera bergabung dengan AQUA yang waktu itu masih dalam bentuk akte notaris saja.
Segera Slamet Utomo membeberkan rencana untuk mendirikan pabrik air mineral. Nama perusahaan sudah ditetapkan dalam akte notaris yaitu PT Golden Mississippi.
Pemilihan nama yang sangat berbau Amerika tersebut untuk memberikan citra sebagai perusahaan Amerika. Apalagi sasaran pasar yang dituju kalangan ekspatriat atau orang asing yang tinggal di Indonesia, khususnya di Jakarta.
Perlu diketahui, pada waktu itu kepercayaan terhadap produk Indonesia amatlah rendah sehingga diperlukan citra asing bila hendak menjangkau konsumen asing. Mulanya Tirto Utomo sempat ragu, apakah perusahaan akan diberi nama PT Golden Mississippi atau PT Golden Colorado. Pilihan akhirnya menggunakan nama PT Golden Mississippi. Selain lebih mudah diucapkan juga dirasakan lebih keren.
Menurut perhitungan Tirto Utomo, apabila 10 % saja orang asing yang ada minum air mineral, maka dengan mudah akan mencapai tingkat konsumsi sebesar sekitar 5 juta liter per tahun.
Karena tidak mempunyai pengalaman sama sekali dibidang industri air mineral, maka Tirto Utomo menghubungi Polaris di Thailand yang pada tahun 1973 sudah berumur 16 tahun. Kontak dilakukan dan segera Tirto Utomo menyuruh Slamet Utomo untuk belajar ke Thailand. Pihak Polaris menerimanya dengan tangan terbuka.
Tidak mengherankan bila pada awalnya, AQUA merupakan duplikat dari Polaris. Dari desain pertama, yaitu botol kaca 500 ml, mesin pengolahan air dan mesin pembotolan (pencuci botol dan pengisi botol) semua persis sama seperti yang dimiliki Polaris.
Willy mulai bergabung dengan AQUA 19 Juni 1973 dan ditugaskan sebagai project officer untuk pembangunan pabrik pertama AQUA. Gaji yang diterimanya sebesar Rp 25.000 per bulan.
Sebagai langkah pertama, Willy bersama Slamet Utomo mencari lokasi tanah untuk pabrik. Saat itu, entah kenapa pilihan jatuh ke Bekasi. Sebidang tanah datar dan kering di Desa Pondok Ungu yang terletak di KM 27 jalan raya antara Jakarta – Bekasi menjadi pilihan. Wilayah tersebut pada waktu itu masih terdiri dari sawah yang menghampar luas di sekitar saluran irigasi Jatiluhur.
Ketika Willy sedang kebingungan duduk di atas tumpukan bambu di depan tanah tersebut datanglah Ketua RW setempat yang bernama M. Semu. Ia menyapa Willy dan menanyakan maksud kedatangannya. Setelah mengetahui Willy hendak menemui pemilik tanah tersebut maka ditunjukkan kepadanya rumah Tek Kong, pedagang beras di Kota Bekasi yang menjadi pemilik tanah tersebut.
Kelak ketika pabrik sudah berdiri, M. Semu direkrut Willy menjadi karyawan pertama di pabrik Bekasi itu sebagai petugas satuan pengamanan (satpam) sekaligus menjadi jembatan untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat.
Transaksi segera dilakukan dan tanah segera menjadi milik PT Golden Mississippi. Masalah yang timbul kemudian adalah pengurusan ijin yang berkepanjangan. Namun akhirnya semua dapat dibereskan. Pembangunan pabrik segera dimulai dan sempat terhambat karena kelangkaan semen, sehingga pembangunan baru selesai selama setahun.
Mesin-mesin pun mulai diimpor tanpa perlu pikir panjang lagi dengan hanya menduplikasi mesin-mesin yang dimiliki Polaris. Karena konsepnya meniru Polaris yang menggunakan air tanah dalam dari sumur bor (artesian well water) maka dimulai pula pengeboran sebuah sumur yang mencapai kedalaman 120 meter dari permukaan tanah.
Mengingat sumber air berasal dari sumur bor maka pada logo AQUA yang pertama tertera keterangan produk sebagai “Pure Artesian Water”
Pada saat bersamaan, Tirto Utomo mulai memikirkan logo untuk merek air mineral miliknya. Tirto kemudian menunjuk seorang desainer asal Indonesia yang bermukim di Singapura bernama Eulindra Lim.
Semula konsep merek hendak digunakan adalah “PURITAS”. Nama itu berasal dari kata “purity” yang bermakna kemurnian.
Ketika konsep tersebut disampaikan kepada Eulindra Lim tanpa diduga muncul usulan lain yang sangat brilian. Eulindra mengatakan:”Mengapa tidak memakai merek AQUA saja?”
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi usulan tersebut. Pertama, AQUA mempunyai asosiasi yang tinggi terhadap produk yang akan menyandang merek tersebut yaitu air murni. Kedua, AQUA sangat mudah diucapkan dan mudah diingat.
Tirto segera saja setuju dan muncullah desain logo AQUA yang menjadi sangat populer hingga sekarang, meski beberapa kali dilakukan perubahan atau berevolusi hingga menjadi seperti yang sekarang. Namun satu yang tidak berubah, yaitu jenis huruf atau font AQUA yang bertahan sampai sekarang dan merupakan identitas yang tidak tergoyahkan.
Botol kemasan pun segera dipesan ke pabrik pembuat botol dari beling. Pemesanan tersebut membutuhkan jeda waktu cukup lama karena memerlukan cetakan (mould) yang harus dipesan dari luar negeri. Oleh karena AQUA tidak memiliki gambar botol yang berukuran persis aslinya maka dibuatlah replika botol dari kayu agar pabrik botol dapat memiliki bayangan mengenai bentuk botol yang diinginkan.
Ketika pabrik selesai dibangun dan mesin-mesin mulai berdatangan, Willy Sidharta sempat kebingungan ketika Slamet Utomo mengatakan bahwa pihak AQUA tidak bisa mendatangkan teknisi khusus dari mesin-mesin tersebut karena keterbatasan dana. Namun, hal itu dianggap tantangan tersendiri baginya.” Bagi saya tidak ada kata tidak bisa dalam kamus hidup saya,” ujar Willy dengan nada serius.
Maka ketika Slamet Utomo bertanya kepada Willy Sidharta : ”Apakah kamu bisa memasang sendiri?” Serta merta Willy menyanggupkan diri asalkan tersedia buku petunjuk yang jelas. Beruntung semua mesin yang dibeli pada waktu itu berasal dari perusahaan terkemuka Amerika Serikat dan Eropa, sehingga semua dilengkapi gambar, spesifikasi dan petunjuk lengkap dalam bahasa Inggris.
Segera Willy merekrut beberapa orang untuk membantunya dan mulai mempelajari mesin yang akan dipasang. Mesin segera diletakkan pada tempat sesuai dengan tata letak yang ditentukan dalam gambar. Instalasi pipa dan listrik pun segera di pasang.
Meskipun membutuhkan waktu agak lama karena belum memiliki pengalaman akhirnya satu per satu mesin dapat beroperasi, dimulai dari mesin pengolahan air.
Karena mesin pencucian botol datang pada gelombang terakhir maka diputuskan untuk memproduksi air minum dengan cara manual. Artinya, pencucian botol dan pengisiannya dilakukan secara manual dulu untuk mengejar waktu supaya bisa segera launching produk baru air mineral.
Willy ditugaskan untuk menangani produksi sekaligus sebagai kepala pabrik yang pertama di pabrik AQUA pertama di Bekasi.
Setelah dilakukan beberapa kali produksi percobaan dan dianggap tidak ada masalah lagi maka pada bulan Oktober 1974 produksi komersial dimulai dan produk AQUA resmi diluncurkan ke pasar.
Peluncuran diutamakan ke komunitas asing atau ekspatriat, melalui toko toko pengecer yang banyak melayani orang asing. Pada waktu itu terdapat banyak komunitas Jepang yang tinggal di Jakarta dan beberapa toko khusus melayani pelanggan masyarakat Jepang. Di toko-toko tersebut penjualan AQUA cukup lumayan. Tetapi secara keseluruhan, penjualan Aqua masih kecil sekali dibandingkan dengan kapasitas produksi yang dimiliki yakni 6 juta liter per tahun.
Promosi dari rumah ke rumah pun dilakukan dengan gencar. Untuk keperluan itu, AQUA merekrut empat orang tenaga penjual terdiri dari tiga pria dan satu wanita, untuk mengunjungi rumah-rumah maupun kantor-kantor perusahaan asing.
Tanggapan orang asing sangat berbeda dengan tanggapan orang Indonesia. Bila datang ke orang asing mereka umumnya sudah mengetahui mengenai air minum yang dikemas dalam botol yang di negara mereka dikenal sebagai bottled water atau mineral water.
Sedangkan, di kalangan umum orang Indonesia konsep tersebut belum banyak yang mengenal. Kalau pun ada mereka berasal dari kelas atas yang sering bepergian keluar negeri. Kebanyakan konsumen yang dihubungi pada waktu itu terheran-heran atau bahkan menertawakan gagasan menjual air minum dalam kemasan.
Komentar mereka antara lain,”Air sumur saya bagus, buat apa saya beli air mahal!” atau “Ah, air kok dijual, saya mendapatkan gratis dari sumur saya.”
Karena pada waktu itu produksi AQUA masih berlangsung tiga jam sehari. Maka waktu luangnya dimanfaatkan Willy Sidharta untuk berada di kantor pemasaran AQUA yang pada waktu itu mengontrak sebuah rumah di Jalan Haji Agus Salim, Jakarta Pusat.
Willy membantu promosi AQUA dengan membawa sendiri mobil pikap dengan produk di dalamnya serta menawarkannya dari rumah ke rumah. Ia masih ingat benar bagaimana pada waktu itu, diberi gratis pun konsumen lokal masih merasa takut karena menyangka AQUA bukan air biasa dan mengandung bahan kimia sebab memiliki sebutan umum air mineral. “Bayangkan, meski dibagikan gratis, saat itu banyak orang yang menolak,” katanya.
Mantan perokok berat itu juga tak jarang menyopiri truk sendiri untuk mengantar AQUA ke pelanggan. “Saya pernah kejedot pintu di Hotel Kemang saat menurunkan botol-botol AQUA,” ujar Willy sambil mengelus-elus bagian atas kepalanya.
Karena pada waktu itu dana yang dimiliki AQUA masih sangat terbatas maka perusahaan belum mampu beriklan. Ditempuhlah cara paling murah yaitu promosi melalui kontak langsung dengan konsumen dengan memberikan sample produk serta memberikan penjelasan berupa product knowledge melalui brosur sederhana di tempat-tempat umum dan pada even-even olahraga. Melalui cara tersebut, sedikit demi sedikit persepsi konsumen lokal tentang AQUA mulai terbentuk. Namun penjualan masih saja tersendat dan tidak mampu mencapai titik impas, Itu berarti Tirto Utomo harus menombok biaya terus setiap bulan.
Pada waktu itu, tepatnya di tahun 1975, pucuk pimpinan AQUA mengalami pergantian, karena Slamet Utomo memutuskan untuk hijrah ke Amerika Serikat. Tirto Utomo kemudian menunjuk adiknya, Sindhu Kamarga, untuk menjadi Presiden Direktur.
Untuk menangani masalah operasional sehari-hari diangkat seorang profesional sebagai General Manager, yakni Jim Wiryawan, yang mempunyai pengalaman di beberapa perusahaan consumer goods.
Sementara itu, kantor juga pindah ke lokasi yang lebih layak di Jalan Blora Nomor 3, Jakarta Pusat.
Pada tahun 1977 terjadi lagi penggantian pimpinan karena Jim Wiryawan mengundurkan diri dan diangkatlah Ridwan Hadikusuma, adik dari Slamet Utomo.
Antara 1974 hingga tahun 1977, beberapa kemasan baru diluncurkan sebagai upaya untuk meningkatkan penjualan guna mencapai titik impas.
Download vector logo aqua dapat anda download disini dalam format corel draw (cdr)
Tags :
Vector Original, Logo aqua Vector, Download Logo aqua CDR, Logo aqua Corel Draw,